6 Mei 2025, kami siswa siswi dari SM Adzkia Banjarnegara berkesempatan mengunjungi Waduk Mrica atau Bendungan Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Kampung Ilmu Serayu Network. Tujuan kami adalah melakukan observasi permasalahan yang ada di waduk tersebut dan melihat bagaimana Kampung Ilmu serayu Network bisa mengatasi permasalahan di Waduk Mrica.
Waduk Mrica, atau biasa disebut Bendungan Panglima Besar Jenderal Soedirman adalah salah satu bangunan penting dan strategis di Banjarnegara. Waduk yang terletak di perbatasan kecamatan Bawang dan Wanadadi ini dibangun untuk membendung aliran sungai serayu.
Oleh PT Indonesia Power, waduk ini digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), irigasi pertanian, penghendali banjir dan objek wisata air. Waduk ini mampu menghasilkan listrik sebesar 180 megawatt dengan produksi energi rata-rata 853 GWh per tahun.
Namun, sekarang penghasil energi utama di pulau Jawa ini mengalami penumpukan sedimentasi berupa lumpur dan tanah, sedimen ini berasal dari erosi tanah di DAS Serayu dan Merawu, yang akhirnya terbawa oleh arus sungai dan berakhir di Waduk Mrica. Kapasitas waduk untuk menampung air menjadi tidak maksimal karena banyaknya sedimentasi. Sekarang hanya 10% bagian waduk yang berisi air, dan 90% nya berupa lumpur.
Masalah di Waduk Mrica tidak berhenti sampai disitu. Lumpur membuat kedalaman air di waduk menjadi dangkal dan menjadi tempat perkembang biakan tanaman eceng gondok. Eceng gondok adalah tanaman yang perkembang biakannya saat cepat, sehingga dalam waktu singkat eceng gondok menyebar sangat banyak dan tidak terkendali.
Dampak dari sedimentasi Waduk Mrica ini sangat berpengaruh bagi nelayan dan masyarakat yang bergantung pada waduk ini. Menurut Bapak Warsun, salah satu nelayan di Waduk Mrica. Beliau menyampaikan bahwa menangkap ikan menjadi sulit karena terlalu banyak eceng gondok yang mengganggu dan air yang dangkal. Kami juga mendapat informasi bahwa dulunya kedalaman Waduk Mrica bisa mencapai 15 meter, namun sekarang kedalamannya hanya tinggal 2-3 meter.
Sebagai salah satu solusi atas permasalahan ini, Kampung Ilmu Serayu Network hadir sebagai pusat pemberdayaan ekonomi yang mengusung konsep konservasi, dengan memanfaatkan potensi eceng gondok dan endapan lumpur di Waduk Mrica. Langkah aksi yang pertama adalah membuat pembibitan tanaman pohon sebanyak banyaknya. Tanaman pohon yang digunakan adalah tanaman konservasi yang bisa mengikat tanah di DAS dan bisa menjadi pakan ternak, seperti mahoni, Indigofera, kaliandra dan gamal. Tanaman ini nantinya akan didistribusikan ke daerah daerah atas seperti Kecataman Batur, untuk ditanam lagi.
Kedua memanfaatkan dan mengolah eceng gondok sebagai pupuk organik, untuk mendukung kesuburan tanaman pohon. Sedangkan sedimentasi lumpur digunakan untuk membuat media tanam yang akan dipakai untuk pembibitan tanaman pohon. Media tanam yang menggunakan tanah lumpur akan lebih bagus karena tanahnya subur dan gembur.
Program Kampung Ilmu Serayu Network ini didukung oleh PT. Indonesia Power, Komunitas Pecinta Alam Indonesia, peternak lokal dan pemerintah kabupaten Banjarnegara. Kementrian Kehutanan juga sudah mendukung program ini dengan cara memberikan bibit tanaman pohon.
Dampak positif dari program penanaman pohon konservasi dan pengolahan eceng gondok menjadi pupuk ini adalah :
- Dampak ekonomi : bagi peternak mereka bisa menekan biaya dengan menggunakan tanaman konservasi yang bisa dimakan ternak. Bagi petani mereka bisa menggunakan media tanam lumpur sedimen dan pupuk eceng gondok agar tanaman nya lebih bagus dan menekan pengeluaran.
- Dampak lingkungan : akar pohon konservasi bisa mengikat tanah di DAS sehingga mengurangi terjadinya erosi.
Waduk Mrica adalah salah satu objek vital nasional yang harus kita jaga agar terjaga eksistensi dan kebermanfaatannya. Kita juga bisa melakukan kontribusi kecil untuk menjaga waduk ini dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, belajar menanam pohon dan memberikan edukasi tentang kondisi Waduk Mrica kepada khalayak. Jadi tunggu apa lagi? Ayo lakukan sekarang dan selamatkan waduk berharga ini.
Penulis: Chesna Ayyasy Hilman Editor: Kiftiyaningsih